Oh ternyata ini Asal Mula Wae Garit
Wae Garit
Dahulu kala
ada suatu tempat yang sangat indah segala macam makhluk hidup disana. Tempat
itu merupakan hutan yang sangat luas dan sebagaian penduduk hidup disana.
Mereka hidup rukun dan dami. Segala macam aktivitas mereka lakukan bersama.
Tempat itu memiliki kekurangan yaitu tidak ada persediaan sumber air. Tetapi
selain sumber air segalam macam kebutuhan ada di hutan itu. Tempat itu memiliki
beberapa orang yang mereka percayai salah satunya anak kecil bernama Wolo. Wolo
dibesarkan seorang ibu yang bernama Olas sedangkan ayahnya sudah lama
meninggalkan mereka.
Penduduk
disana merasa kurang lengkap karena mereka harus mengambil air sejauh 4 km
setiap hari ditambah medan yang curam dan berbatu serta naik turun. Penduduk
sering diserang hewan terutama hewan liar karena merebut air. Meskipun mereka
rukun terkadang mereka konflik karena air. Tugas untuk mengkordinir air Rae dan
Lole mereka berdua adalah ketua dan wakli untuk mengurus persediaan air.
Di sekitar
tempat tinggal mereka ada lubang rahasia yang belum pernah dimasuki
orang, baik nenek moyang mereka maupun penduduk. Lubang itu mereka jadikan
tempat sakral sebagai cara mereka bersyukur, ada yang memberikan makana, ada
juga yang memberikan kebutuhan lain sebagai persembahan. Aktivitas bersyukur
atau memberikan persembahan di lubang itu hamipr mereka lakukan setiap subuh
dan menjelag matahari hampir terbenam. Kimang adalah ketua untuk memimpin acara
persembahan. Mereka selalu memohon agar diberikan sumber air. Anehnya dari semua penduduk tidak ada yang
berpikir mencoba memasuki lubang itu.
Hingga suatu saat mereka merencanakan untuk
mencari sumber air yang lebih dekat. Ide itu disasari dari ketua pemimpin hutan
yang bernama Rimpo. Suatu hari Wolo bermimpi bahwa disekitar tempat mereka
tinggal terdapat sumber air seperti sungai. Pagi hari anak itu terbangun dan
menceritakan kepada penduduk disana, sebagain orang mempercayai mimpi itu
sebagain tidak. Anak itu selalu bermimpi hal yang sama tetapi dalam mimpi itu
seekor ular memberitahu anak itu agar besok sebelum matahari terbenam
mereka harus menggali tanah yang dekat batu berwarna putih.
Pagi hari ia
menceritakan kembali, tetapi penduduk kebingungan karena tidak ada batu disana
apalagi berwarna putih. Anak itu mengingat kembali ternyata ada pesan lain dari
ular agar penduduk harus memasuki lubang sedangkan lubang itu seukuran anak-anak. Wolo memberanikan diri meskipun
sempat dilarang ibunya, ternyata batu putih itu ada didalam. Lalu Wolo mengambil
batu putih itu yang seukuran gengaman anak-anak kemudian keluarlah air.
Penduduk merasa senang dan bergembira kemudian penduduk menggali lubang itu
membentuk sebuah sungai.
Dulunya itu
memang sebuah sungai yang tertimbun tanah, setelah selesai menggali cukup jauh
dengan sendrinya air itu keluar sangat deras dan membentuk sebuah sungai.
Penduduk merasa sedih karena tempat yang mereka jadikan persembahan kini
menjadi sungai dan bingung kemana lagi mereka harus memberikan persembahan
sebagai ucapan syukur. Tiba-tiba seekor
ular raksasa keluar dari dalam tanah membuat penduduk takut dan ingin membunuh
ular itu, tetapi anak kecil itu menghentikan penduduk ktanya inilah ular yang
dalam mimpiku. Ular itu berkata “bersyukurlah karena telah diberikan apa yang
kalian harapkan dan aku akan selalu menjaga kalian, tetapi aturan yang perlu
kalian lakukan jangan pernah bertengkar atau membunuh sesama karena air, jika
kalian ingin bersyukur sungai itulah tempatnya.” Ular itu lalu pergi entah
kemana. Penduduk menamai tempat itu berdasarkan bahasa daerah yaitu Wae Ngalor (sungai).
Hari itu
mereka merayakan syukuran besar-besaran. Setiap keluarga mempersiapkan berbagai
macam persembahan. Kimang sebagai pemimpin memandu acara syukuran itu sampai
selesai. Mereka sangat bergembira mnyambut acara itu. Sebagian warga menari,
sedangkan yang lainnya membuat suara seperti musik dengan menggunakan kayu,
batu, air dan perlengkapan sederhana lainnya.
Kini Sungai itu
sebagai kebutuhan mereka. Sungai itu digunakan untuk menghidupi penduduk, hewan
peliharaan dan menyirami tanaman. Penduduk memiliki tugas masing-masing sesuai
aturan yang mereka rencanakan. Mereka hidup rukun dan selalu mengikuti
peraturan. Tak lupa mereka selalu memberikan persembahan.
Seiring
berjalanya waktu sebagain penduduk mulai merasa egois karena semakin banyak
kebutuhan terutama kebutuhan air untuk menghidupi hewan peliharaan dan perkebunan
masing-masing. Hidup rukun dan damai sudah mereka tinggalkan apalgi persembahan
sebagai ucapan syukur tidak lagi mereka lakukan. Konflik antara penduduk
semakin memanas karena setiap keluarga menggali dan membuat jalur air ke rumah
masing-masing sehingga sunggai mulai kering. Setiap keluarga saling menyalahkan
satu sama lain, pertumpahan dara mulai terjadi. Ada beberapa korban akibat
konflik itu
Permasalahan itu
membuat ular besar muncul kembali setelah belasan tahun menghilang. Kata ular
itu “hai anak-anak ku, dulu aku pernah berpesan agar jangan melanggar aturan
terutama pertumpahan darah karena konflik air. Hari ini kalian melanggar janji
itu, har ini aku menghancurkan tempat ini sampai rata dan aku akan membuat
lubang yang besar agar kalian musnah dari tempat ini dan tidak ada lagi yang
tinggal disini. Aku hanya menyelamatkan Wolo karena dia menjaga benda pusaka
batu putih dengan baik. Batu itu akan kutengelamkan didasar sungai ini. Sedangkan
kalian akan ku kutuk mejadi batu yang berserakan disini. Lubang ini kunamai longka karena lubang ini akan dialiri
air yang sangat deras seperti air mengalir dalam gua.
Penduduk
merasa menyesal dan perlahan-lahan mereka menjadi batu dan menghiasi sungai
ini. Ular itu pun pergi dan meninggalkan Wolo sendiri. Wolo menamai sungai itu Wae Garit. Wae yang berarti ‘air’ dan garit yang berarti “garisan
memanjang hasil torehan benda tajam”. Penamaan itu sesuai dengan konflik yang
terjadi disana, sedangkan longka yang
berada disungai itu dialiri air sungai sangat deras. Semenjak kejadian itu Wolo
tidak pernah muncul kembali dan menghilang dari tempat itu.
Wae Garit merupakan
tempat yang berada kurang lebih 400 meter dari Terminal Mena. Tempat itu berada
di bukit atau dataran tinggi dimana ditengahnya terdapat aliran sungai yang
memasuki lubang seperti gua (air terjun didalam lubang atau gua). Tempat itu sekarang digunakan sebagai sumber
Pembangkit Listrik Tenaga Air. Masyarakat lokal sering mengunjungi tempat itu
dan sebagian mencari ranting kayu sebagai bahan bakar api. Medan ke tempat itu curam dan naik turun, jika kamu ingin mengunjungi tempat ini alangkah baiknya dengan pemandu berpengalaman. Itulah cerita imajinasi
sederhana mengenai tempat ini. Salam Sobatcosian.
Belum ada Komentar untuk "Oh ternyata ini Asal Mula Wae Garit"
Posting Komentar